Rabu, 13 Juli 2016

JEJAK TSUNAMI KOTA BANDA ACEH

Setelah menikmati keindahan alam dan keramahan penduduk Pulau Weh selama 3 hari 2 malam, kami melanjutkan perjalanan kami di hari ke-4 menuju Banda Aceh (one day Aceh city tour), sebelum kembali ke Jakarta.
Kami menyeberang dari Pelabuhan Balohan (Pulau Weh) dengan kapal cepat KM. Express Cantika 89 pukul 08.00 WIB (salut,, kapal penyeberangan ini selalu berangkat tepat waktu) dan waktu tempuh menuju Pelabuhan Ulee Lheue (Banda Aceh) kira-kira 45 menit.

Pelabuhan Balohan, Sabang, Pulau Weh

Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh

Kapal Cepat Express Cantika 89 yang menyeberangkan kami dari Pelabuhan Balohan ke Pelabuhan Ulee Lheue

Di pintu keluar Pelabuhan Ulee Lheue, Bang Zuhri sudah menunggu kami dan langsung menyapa kami dengan senyum hangatnya nan ramah. Bang Zuhri inilah yang akan mengantarkan kami keliling kota Banda Aceh 1 hari ini.
Tanpa banyak membuang waktu, kami langsung cuuusss menuju Situs Tsunami PLTD Apung.

Situs Tsunami : PLTD APUNG

Kita tentu masih ingat bencana tsunami hebat yang menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, pukul 07:58:53 WIB. Di pagi yang tenang itu (apalagi sedang musim libur Natal - Tahun Baru), tiba-tiba terdengar berita bahwa tsunami melanda Aceh. Sontak semua siaran stasiun televisi didominasi oleh berita tsunami ini.

ACEH BERDUKA, INDONESIA BERDUKA, DUNIA BERDUKA.

Di televisi ditampilkan gambar-gambar yang sangat menyayat hati, korban jiwa tergeletak di mana-mana, korban tsunami yang selamat tampak bingung (mungkin sedang mencerna sebenarnya apa yang sedang terjadi, atau mungkin juga sedang bingung mencari sanak keluarganya), tangis pilu terdengar di mana-mana, bangunan hancur lebur rata dengan tanah bumi pertiwi, kepedihan yang tampak di layar sungguh sulit digambarkan dengan kata-kata.

Bencana tsunami Aceh 2004 telah membangkitkan rasa kepedulian & kemanusiaan warga Indonesia & juga warga dunia. Semua pihak bahu membahu untuk memberikan bantuan : doa - tenaga - material. Bantuan kemanusiaan berdatangan dari dalam maupun luar negeri.

Sekarang Aceh sudah pulih, bangunan-bangunan & rumah-rumah sudah kembali berdiri tegak. Namun situs-situs tsunami tetap dapat kita jumpai di Tanah Aceh, sebagai pengingat untuk semua orang, betapa dahsyat akibat yang ditimbulkan oleh bencana tsunami, betapa kecilnya kita manusia di hadapan alam semesta ini, betapa pentingnya persatuan, kerjasama, dan tolong menolong di antara manusia (tanpa membedakan SARA), & betapa pentingnya mempelajari dan mewaspadai kekuatan alam.

Salah satu situs tsunami yang kami kunjungi adalah PLTD Apung.
  • Situs ini berlokasi di Jalan Harapan, Gampong Punge, Blang Cut, Banda Aceh.
  • Biaya masuk saat saya berkunjung free, hanya bayar biaya parkir.
  • Jam buka dari hari Senin - Minggu, jam 09 - 12 WIB, jam 14 - 17.30 WIB. Jam buka hari Jumat hanya sampai jam 17.00 WIB.
Kapal raksasa ini (guedeeee buangeeettt soalnya) adalah kapal pembangkit listrik tenaga diesel lepas pantai, jadi sebelum tsunami terjadi letak kapal raksasa ini ada di laut, di Pelabuhan Ulee Lheue.
Kapal memiliki berat 2,600 ton dengan panjang 63 meter & lebar 19 meter (kebayang kan gedenya, diserempet dikit aja sama niy kapal bisa gepeng deehh). Dan saat terjadi bencana tsunami, kapal raksasa ini terdorong ke daratan oleh arus laut sejauh 5 KILOMETER ke arah pemukiman warga di Desa Plunge Blang Cut !!!! Dahsyaaattt..
Saat datang & lihat langsung salah satu akibat kedahsyatan bencana tsunami ini, perasaan yg ditimbulkan campur aduk banget : takjub + heran + sedih + miris + merinding.
Apalagi melihat  monumen yang terletak di area depan yang bertuliskan nama-nama korban meninggal di dusun-dusun sekitar.

Kita bisa mengitari "lingkar luar" kapal dengan menjalani track yang telah dibuat untuk mengelilingi kapal. Sesudah puas melintasi track, kita bisa naik ke bagian atas kapal. Pemandangan yang disajikan dari atas kapal sungguh menarik, yaitu pemandangan landscape Kota Banda Aceh.
Lalu di area belakang terdapat bangunan yang menampilkan beberapa foto "kerusakan" yang diakibatkan oleh tsunami Aceh 2004.
Gerbang masuk Situs Tsunami PLTD Apung



Monumen Relief Tsunami PLTD Apung

Keterangan singkat mengenai PLTD Apung

Prasasti yang menunjukkan jumlah korban meninggal akibat tsunami Aceh tahun 2005 di Dusun Tuan Dipakeh

Prasasti yang menunjukkan jumlah korban meninggal akibat tsunami Aceh tahun 2005 di Dusun Tuan Balik Ayei

Prasasti yang menunjukkan jumlah korban meninggal akibat tsunami Aceh tahun 2005 di Dusun Krueng Doy



Prasasti yang menunjukkan jumlah korban meninggal akibat tsunami Aceh tahun 2005 di Dusun Tuan Dikandang

Prasasti yang menunjukkan jumlah korban meninggal akibat tsunami Aceh tahun 2005 di Dusun Lampoh Lubhouk




Waktu yang menunjukkan kapan persisnya terjadi bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004 (kira-kira menjelang pukul 8 pagi WIB, tepatnya pukul 07:58:53 WIB)

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km

Track (lintasan) yang dibuat untuk mengelilingi kapal PLTD Apung I

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km

Kapal PLTD Apung I dengan bobot 2600 ton, terseret oleh arus tsunami ke daratan sejauh 5 km & rumah yang menjadi korban tsunami

Monumen tampak atas

Menara pandang

Bagian atas kapal PLTD Apung I

Bagian atas kapal PLTD Apung I

Pemandangan dari atas kapal PLTD Apung I

Pemandangan dari atas kapal PLTD Apung I

Bagian atas kapal PLTD Apung I

Kapal PLTD Apung I

Bagian dalam kapal PLTD Apung I yang menurut keterangan sedang dikerjakan untuk pembangunan museum



Menuju menara pandang


Rumah yang menjadi korban tsunami Aceh 2004

Bangunan di area belakang yang digunakan untuk menampilkan foto-foto bencana tsunami Aceh 2004

Bangunan di area belakang yang digunakan untuk menampilkan foto-foto bencana tsunami Aceh 2004

Bangunan di area belakang yang digunakan untuk menampilkan foto-foto bencana tsunami Aceh 2004

Bangunan di area belakang yang digunakan untuk menampilkan foto-foto bencana tsunami Aceh 2004

Bangunan di area belakang yang digunakan untuk menampilkan cara penanggulangan bahaya tsunami

Foto bencana tsunami Aceh 2004

Foto bencana tsunami Aceh 2004

Foto bencana tsunami Aceh 2004

Foto bencana tsunami Aceh 2004

Foto bencana tsunami Aceh 2004

MUSEUM TSUNAMI ACEH

Mari kita beranjak ke tempat berikutnya, yaitu Museum Tsunami Aceh.
Museum yang dirancang oleh arsitektur Indonesia sekaligus walikota Bandung : Bp. Ridwan Kamil, berlokasi di Jl. Sultan Iskandar Muda no 3, Blang Padang, Banda Aceh.
Museum Tsunami Aceh didirikan untuk mengenang  tragedi tsunami Aceh 2004. Menurut keterangan di brosur yang saya dapatkan, konsep awal dari museum ini adalah sebagai penyimpanan dokumentasi yang terkait dengan bencana alam tsunami 26 Desember 2004, agar generasi mendatang dapat mengenang dan belajar dari peristiwa gempa bumi dan tsunami yang maha dahsyat ini.
HTM Museum Tsunami Aceh saat saya berkunjung ke sana free.
















Jadwal buka Museum Tsunami Aceh



Keterangan yang saya dapatkan dari brosur :
Museum Tsunami Aceh dirancang dengan judul 'Rumoh Aceh' as Escape Hill, yang menggabungkan konsep Rumoh Aceh (rumah bertipe panggung) dengan konsep escape building hill atau bukit untuk menyelamatkan diri, konsep analogi amuk gelombang tsunami, tari tradisional Saman, cahaya Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban. Museum ini terdiri dari 3 lantai dan 1 lantai dasar.

Saat melewati pintu masuk, kita diberi pilihan untuk memasuki museum, pilihan pertama adalah melalui lorong gelap dan pilihan ini tidak dianjurkan bagi yang merasa takut atau masih trauma dengan tsunami. Pilihan kedua adalah masuk dengan jalur biasa.
Kita akan memasuki lorong yang gelap, mungkin untuk menghadirkan kembali suasana gelap mencekam saat tsunami. Dan di sepanjang dinding lorong dialiri dengan air.

Setelah melewati lorong gelap, kita akan memasuki ruangan The Light of GOD yang berbentuk seperti tunnel kearah atas dan di bagian paling atas terdapat tulisan ALLAH (dalam tulisan Arab). Menurut keterangan, hal ini menggambarkan pengharapan para korban tsunami akan adanya bantuan dari Tuhan, untuk keluar dari kegelapan hidup setelah diterjang tsunami.

Menyusuri jembatan pengharapan, coba tengok ke atas dan kita akan melihat bendera-bendera dari 52 negara yang memberikan bantuan untuk masyarakan Aceh pasca tsunami. Di bawah jembatan pengharapan terdapat kolam ikan dan area yang cukup luas untuk duduk-duduk santai. Namun sayang saat saya mengunjungi museum ini, air kolam tampak coklat keruh.
Di sepanjang pinggir kolam, terdapat prasasti-prasasti berbentuk bulat bertuliskan nama-nama negara yang memberikan bantuan pasca tsunami Aceh 2004.

Jembatan Pengharapan

Jembatan Pengharapan

Kolam di bawah Jembatan Pengharapan,, dasar kolamnya kotor kan :'(

Bendera negara-negara yang memberi bantuan pasca tsunami bagi masyarakat Aceh

Prasasti bertuliskan nama negara yang memberi bantuan bagi masyarakat Aceh pasca tsunami

Prasasti bertuliskan nama negara yang memberi bantuan bagi masyarakat Aceh pasca tsunami

Dan ini adalah bagian dalam Museum Tsunami Aceh :







Petunjuk arah, jadi jangan dilanggar yaaaa























Di Museum Tsunami Aceh terdapat ruang audio visual yang memutar film dokumenter tsunami 2004

Semoga museum ini dapat terawat dengan baik dan juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia maupun internasional dengan sebaik-baiknya, sebagai pengingat dan pembelajaran.

RUMOH ACEH

Rumoh Aceh merupakan rumah tradisional masyarakat Aceh, dan memiliki tipikal rumah panggung. Rumoh Aceh memiliki 2 tangga, tangga depan dan tangga belakang. Pintu masuknya agak rendah, sehingga bila kita ingin memasuki rumah ini kita harus agak membungkuk. Rumah yang terlihat kokoh ini tidak menggunakan paku saat pembangunan, hanya menggunakan ikatan dari tali ijuk serta pasak.








Pintu keluar yang seperti pintu tingkap sebelum menuruni tangga



Nahh,, sekarang mareee kita masuk ke bagian dalamnya.
  • Begitu melewati pintu masuk, kita akan menemui area serambi depan (sramoe keue), yang berfungsi sebagai ruang tamu, ruang belajar mengaji, dan tempat bermusyawarah.
  •  Sebelum menuju serambi belakang, kita akan melewati ruang tengah (rambat) yang diapit oleh 2 buah kamar tidur yang saling berhadapan (terletak di bagian barat dan timur rambat). Kamar ini merupakan kamar tidur utama (disebut juga rumah inong atau juree).
  • Berikutnya adalah serambi belakang (sramoe likot), di mana area ini merupakan area yang hanya boleh dimasuki oleh sesama penghuni rumah atau kerabat dekat saja. Serambi  belakang ini fungsinya serupa dengan ruang keluarga (tempat berkumpul anggota keluarga, mengasuh anak, melakukan pekerjaan sehari-hari wanita seperti menjahit) dan ruang dapur.





























Dan ini terletak di sisi luar Rumoh Aceh :

Alat untuk menumbuk padi, astagaaaa susah n berat bgt cuy.. *lap keringat



Yang berbentuk bak tabung besar itu adalah tempat penyimpanan padi



Situs Tsunami : KAPAL GAMPONG LAMPULO

Situs tsunami yang kami kunjungi berikutnya adalah kapal di atas rumah atau lebih dikenal situs kapal Gampong Lampulo.
Pada saat tsunami Aceh tahun 2004, kapal kayu ini terseret ke perumahan penduduk di kawasan Gampong Lampulo, terdampar di atas rumah Pak Misbah / Ibu Abasiah.
Kapal kayu berbobot 20 ton, dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter terseret sejauh 1 km ke arah perumahan penduduk.
Kapal ini juga berhasil menyelamatkan 59 jiwa warga yang berusaha naik ke atas kapal tsb.
Menurut Bang Zuhri (driver kami), saat air banjir sudah mulai surut, ternyata ada buaya besar yang sedang berlindung di bawah kapal tersebut.













Daku tampak seperti liliput di depan kapal terdampar tsb

Sisa-sisa bangunan rumah tempat kapal kayu terdampar di atasnya

Sisa-sisa bangunan rumah tempat kapal kayu terdampar di atasnya

Sisa-sisa bangunan rumah tempat kapal kayu terdampar di atasnya

MIE RAZALI : Citarasa Sepanjang Masa

Ga kerasa euy udah lewat tengah hari banget, pantesan perut udah keruyukan ekstrim. Bang Zuhri langsung mengajak kami ke Mie Aceh Razali.
Akhirnyaaaa,, bisa kesampaian juga ngerasain makan mie aceh asli di Aceh hahaaa,, bukan mie aceh "import" heheee..
Psstt,, Pak Jokowi juga pernah makan di sini cuy, ada fotonya dipajang di resto ini.
Berarti ga salah pilih tempat makan siang lah yaaa..





Kami memilih menu mie kepiting, dan astagaaaaaa.. porsinya guedeee bangeett, dan itu satu kepiting utuh (bukan cuma kakinya aja, atau tempurungnya aja, tapi the whole body) nangkring cantik lezat di atas mie-nya. Kami yang udah lapar menggila, langsung kalap makan mie kepiting ini, daaaaannn lupa difoto ahahahaaaa..
Yang pasti rasanya lezaaaaattt nian sampai lupa daratan, dan pas mo bayaaaarrr,, makin takjub lagi liat bon-nya. Harga mie porsi besar gini plus kepiting utuh tanpa dikorupsi sedikit pun bagian badannya CUMA IDR 35,000 per porsi. Muraaahhh beuttt untuk porsi super kenyang dan super lezat.

Secara ga sempat foto karena udah ngeces pengen segera santap, jadi monggo di-googling aja gimana penampakan Mie Aceh ini. * ahhh jadi ngecese lagi deh bayangin mie-nya.

MESJID RAYA BAITURRAHMAN / BAITURRAHMAN GRAND MOSQUE : Mesjid Cantik Kebanggaan Rakyat Aceh

Setelah kenyang mam mie kepiting, kami melanjutkan perjalanan kami ke Mesjid Raya Baiturrahman yang menjadi icon dari kota Banda Aceh.
Sebelum memasuki halaman mesjid ini, saya bertanya terlebih dahulu pada driver kami apakah bagi non-muslim bisa mengunjungi dan memasuki mesjid cantik ini.
Lalu jawaban dia melegakan hati saya, saya bisa memasuki mesjid ini asal saya berpakaian sopan dan tidak sedang "berhalangan".
Siiiaaaappp,, saya pakai celana & kaus lengan panjang, serta "sekedar" menutupi kepala dgn syal saya. Namanya juga bertamu ke "rumah" orang, wajar thoo kalau kita berpakaian pantas untuk menghormati tuan rumah :)

Mesjid cantik ini kalau dipandang sekilas penampakannya seperti Taj Mahal India yak.
Mesjid mewah dengan keindahan arsitekturnya cukup bisa membuat mulut saya ternganga lebar saking kagumnya heheee.. Ok, one of my bucket lists >> checked.
Bang Zuhri juga bercerita pada saat tsunami Aceh tahun 2004, mesjid raya ini menjadi satu-satunya bangunan yang mampu tegap berdiri menghadapi terjangan arus deras tsunami dan mampu menjadi media penyelamat bagi banyak orang yang berlindung di dalam mesjid ini. Wooowww...

Di halaman mesjid ini (di bawah pohon, dekat pintu masuk sebelah utara) terdapat prasasti yang menyatakan bahwa di tempat tersebut telah tewas seorang jendera besar pasukan Belanda, Mayor Jendral JHR Kohler, pada tanggal 14 April 1873. Ia tewas tertembak pada saat tentara Belanda datang untuk menguasai Mesjid Raya Baiturrahman & berusaha merebut Kesultanan Aceh.

Bagian dalam Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian dalam Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian dalam Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian dalam Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman


Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman

Bagian luar Mesjid Raya Baiturrahman


Waktu udah makin sore, makin mepet pula dengan jadwal penerbangan kami kembali ke Jakarta.
Pakai acara lari-lari cantik di bandara karena saat kami sampai di pintu masuk bandara, udah kedengeran pengumuman bahwa penumpang GA dipersilahkan masuk ke dalam pesawat, teeettt toootttt..

Oiyaaa,, jangan lupa beli oleh-oleh kopi Aceh yang terkenal itu yaaaa..
Coba mampir ke warung kopi Solong Ulee Kareng, wajib mampir pastinya. Kopi yang digunakan katanya adalah biji kopi jenis robusta.
Kami bertiga mampir ke situ untuk membeli 2 cangkir kopi susu hangat & 1 cangkir es kopi susu, nikmaaaatttt bangeeeeetttt,, total IDR 35,000.
Beli juga bubuk kopinya sebagai oleh-oleh, harganya IDR 21,500 per kantong.

Thank you Aceh,, thanks for being nice to us.
Semua ketakutan yang selalu didengung-dengungkan orang-orang sekitar saya (terutama karena saya non-muslim) saat saya mengungkapkan niat saya mau pergi ke Aceh, musnah semua.
Saya benar-benar merasa di rumah sendiri, warganya ramah-ramah, terutama penduduk lokal Pulau Weh. I'm so blessed :)



0 comments:

Posting Komentar